Sega Jamblang ; Ajarkan Nilai Kejujuran. KOK BISA?!
Sega Jamblang (Nasi Jamblang dalam Bahasa Indonesia) adalah makanan
khas masyarakat Cirebon. Nama Jamblang berasal dari nama daerah di
Kabupaten Cirebon tempat asal pedagang makanan tersebut. Ciri khas
makanan ini adalah penggunaan daun Jati sebagai bungkus nasi. Menu yang tersedia antara lain sambal goreng (yang agak manis), tahu
sayur, paru-paru (pusu), semur hati atau daging, perkedel, sate kentang,
telur dadar/telur goreng, telur masak sambal goreng, semur ikan, ikan
asin, tahu dan tempe.Penyajian makanannya pun bersifat prasmanan. Sistem pembayarannya
mengutamakan kejujuran. Tidak hanya penjual yang harus jujur, pembelinya
pun ditanamkan untuk jujur pada setiap item makanan yang ia ambil.
Biasanya penjual menerapkan pola pembayaran di akhir seusai pembeli
menyantap makanannya. Pembeli tidak bersikap “darmaji” (dahar lima ngaku
siji / makan lima mengaku satu). Inilah esensi filosofi dari sega
jamblang.
Menurut sejarahnya, sega Jamblang adalah makanan khas Cirebon yang pada awalnya diperuntukan bagi para pekerja paksa pada zaman Belanda yang sedang membangun jalan raya Daendels dari Anyer ke Panarukan yang melewati wilayah Kabupaten Cirebon, tepatnya di Desa Kasugengan Kab. Cirebon. Sega Jamblang saat itu dibungkus dengan daun jati, mengingat bila dibungkus dengan daun pisang kurang tahan lama sedangkan jika dengan daun jati bisa tahan lama dan tetap terasa pulen. Hal ini karena daun jati memiliki pori-pori yang membantu nasi tetap terjaga kualitasnya meskipun disimpan dalam waktu yang lama.
Keberadaan Sega Jamblang sebagai makanan khas Cirebon, tentunya tidak bisa dilepaskan dari sosok salah satu pedagangnya yang cukup tersohor, yaitu Mang Dul. Nasi Jamblang Mang Dul cukup dikenal oleh masyarakat Cirebon, bukan hanya bagi masyarakat kebanyakan, tetapi juga menyentuh kalangan pejabat. Hampir semua Kepala Daerah, baik itu walikota/bupati serta gubernur hingga Presiden RI pun pernah singgah di warung Sega Jamblang ini.
Komentar
Posting Komentar